Minggu, 15 Mei 2011

SEJARAH PELANGI

Akan tiba suatu masa, dimana ikan-ikan mati di dalam air,, burung-burung jatuh dari udara, air menghitam, dan pohon-pohon tidak lagi ada. Umat manusia yang tersisa nyaris binasa. Lalu akan ada suatu masa, saat para pemelihara legenda, sejarah, ritual budaya, dan mitos serta kebiasaan suku-suku purba diperlukan untuk memulihkannya. Mereka itulah yang akan menjadi penentu kelangsungan hidup umat manusia. Mereka adalah Para Ksatria Pelangi (Rainbow Warriors)."

Para Ksatria Pelangi akan menunjukkan betapa sakitnya Bumi karena manusia di dunia telah mengabaikan Sang Mahakuasa (Great Spirit). Mereka akan mengajarkan bagaimana hidup sesuai panduan Sang Mahakuasa. Mereka akan menyebarkan pesan kedamaian dan mengajarkan semua orang tentang Elohi atau Bumi. Akan tiba hari, saat orang-orang dari berbagai suku bangsa mewujudkan dunia baru yang adil, damai, bebas, dan mengakui kekuatan yang mahakuasa.

Para Ksatria Pelangi akan menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang penuh cinta dan pengertian, dan mengajarkan bagaimana membuat Elohi menjadi indah kembali. Mereka akan memberikan petunjuk bagi setiap orang agar melakukan sesuatu di jalan yang benar, prinsip-prinsip yang dulu dilakukan suku-suku bangsa kuno. Para pendekar juga akan mengajarkan orang kebiasaan-kebiasaan leluhur untuk menciptakan kebersamaan, cinta, dan pengertian serta keselarasan di antara sesama.

Ramalan di atas disampaikan seorang wanita tua dari suku Indian Cree bernama "Mata Api". Pesan spiritual yang terkandung di dalamnya memang menyebut kehancuran Bumi karena ulah Yo-ne-gis yang dikaitkan dengan masuknya bangsa kulit putih ke benua Amerika. Namun, dalam konteks global, kerusakan di muka Bumi tampak jelas di depan mata akibat ulah manusia yang serakah.

Lihatlah bagaimana revolusi industri yang jor-joran telah memicu peningkatan kadar gas beracun di atmosfer dari tahun ke tahun. Demi keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, limbah pabrik tidak diolah sebagaimana mestinya sehingga menjadi racun bagi makhluk-makhluk hidup di darat dan perairan.

Gerakan kapitalisme global banyak ’melukai’ daerah-daerah sumber daya alam karena mengabaikan sistem pengelolaan yang baik. Wilayah hutan hujan tropis yang menjadi paru-paru dunia terus menyusut karena ulah pembalakan liar dan mengabaikan konservasi lingkungan.

Ramalan Indian yang telah berumur ratusan tahun itu pun mulai nampak jelas menjadi kenyataan. Telah terlihat kerusakan di darat dan di laut karena ulah manusia. Jika dibiarkan, setahap demi setahap akan musnahlah seluruh kehidupan di muka Bumi kecuali Para Pendekar Pelangi benar-benar muncul.

Aktivis Greenpeace









Cerita-cerita spiritual inlah yang menginspirasi pendiri Greenpeace Bob Hunter memberikan nama Rainbow Warrior bagi sebuah kapal yang digunakan para aktivis Greenpeace. Sesuai catatan dalam The Greenpeace Story terbitan Prentice Hall, pendiri Greenpeace Bob Hunter membaca cerita tersebut dari buku "Warriors of the Rainbow" karangan William Wiloya dan Vinson Brown yang diterbitkan Naturegraph pada 1962.

Ide memberikan nama Rainbow Warrior bersamaan waktunya dengan rintisan Greenpeace sepanjang perjalanannya di Pasifik Utara pada 1971. Saat itu, ia bergabung sebagai jurnalis dalam sebuah kapal sewaan yang melakukan aksi menentang percobaan nuklir yang dilakukan AS di Pulau Amchitka, Aleutia.

Rainbow Warrior adalah satu dari tiga buah kapal yang digunakan Greenpeace untuk menjalankan aksinya menentang perusakan lingkungan saat ini. Dua kapal lainnya, Arctic Sunrise dan Esperanza beraksi di belahan Bumi utara hingga ke kutub.

Kapal yang dipakai sekarang adalah pengganti kapal Rainbow Warrior yang diledakkan para intelijen Perancis di Auckland, Selandia Baru pada 10 Juli 1985. Saat itu, para aktivitas Greenpeace mendapat teror besar-besaran karena menentang percobaan nuklir Perancis yang dilakukan di Pulau Muroroa, sekitar Kepulauan Polynesia.

Kapal layar bertiang tiga bekas kapal ikan ini juga dilengkapi mesin. Pada saat dibentangkan, lebar ketiga layarnya yang mencapai 650 meter persegi dapat menghasilkan kecepatan antara lima hingga tujuh knot. Layar digulung dan dibuka menggunakan mesin bertenaga listrik.

Dalam kondisi baik, perpindahan tenaga mesin ke tenaga angin dapat dilakukan hanya dalam waktu 10 menit sejak kapal berlabuh. Saat mengarungi samudera, mesin digunakan untuk mengendalikan arah kapal, mendinginkan ruangan penumpang, menjalankan alat navigasi elektronik, dan koneksi peralatan penerima sinyal satelit.

Kapal layar sepanjang 55,2 meter ini dilengkapi penerima sinyal global posistioning system (GPS). Navigasi kapal dapat diaktifkan secara otomatis sehingga tidak perlu khawatir terjadi tabrakan dengan kapal lain selama di tengah laut. Selain untuk menerima sinyal GPS, penerima satelit dimanfaatkan untuk menerima dan mengirim data melalui internet.

Bagian kabinnya dapat memuat penumpang hingga 30 orang. Para aktivis Greenpeace memanfaatkan bekas palka yang dulunya dipakai untuk mendinginkan ikan hasil tangkapan sebagai ruang workshop. Di tempat itulah, mereka melakukan pertemuan, membuat aneka perlengkapan, menyablon kain, mengecat papan, dan memperbaiki peralatan sesuai kebutuhan aksi kampanye.

Keunikan kapal








Ada beberapa benda unik yang hanya dapat ditemui di kapal ini. Patung kayu berbentuk lumba-lumba di anjungan kapal misalnya. Patung dari kayu oak itu merupakan sumbangan kelompok pendukung lingkungan di Jerman. Konon, mereka juga menyelipkan botol berisi pesan masa depan (time capsule) yang disimpan di dalam rongganya.

Kebetulan atau tidak, saat kapal melaju di Laut Sorong sekitar Pulau Selayar, Selawesi Selatan, beberapa ekor lumba-lumba mengiringi perjalanan kapal antara 10 hingga 15 menit sebelum akhirnya menjauh satu demi satu. Pengalaman mengesankan - sebagaimana dituturkan Teguh Susanto, mahasiswa STIMIK Perbanas yang berkesempatan menjadi sukarelawan Greenpeace dalam perjalanan kapal dari Papua ke Jakarta - mungkin tidak ada hubungannya dengan patung lumba-lumba, tapi cukup membuatnya terperangah.

Sedangkan di dek kapal terdapat sebuah jangkar tua bercat hitam dan kemudi kayu yang merupakan saksi bisu kapal Rainbow Warrior pertama yang ditenggelamkan agen rahasia Perancis. Meskipun tidak dipakai lagi, kedua benda terawat baik menjadi monumen bersejarah di atas kapal.

Di bagian dinding luar ruang kemudi terdapat lukisan motif dua ekor paus membentuk lingkaran yang saling berhubungan. Gambar ini merupakan simbol keharmonisan alam orang-orang Kawkiuti di Amerika Utara yang hidupnya tergantung kepada alam. Simbol ini diusulkan para pendiri Greenpeace saat menolak ujicoba senjata nuklir di Kepulauan Aleutia.

Gaya Hidup di Kapal

Bergabung sebagai awak Rainbow Warrior berarti harus siap bekerja keras. Setiap awak akan mendapat tugas spesifik sesuai tanggung jawabnya. Dalam setiap misi akan ditunjuk satu orang kapten, dua orang wakil kapten yang disebut firts mate dan second mate, seorang boss win atau mandor, lima orang back hand atau anak buah kapal (ABK), seorang juru masak dan asistennya, seorang kepala insinyur, wakil kepala insinyur, juru listrik, operator radio, dan ketua aksi kampanye.

Dalam setiap perjalanan juga disertakan seorang perawat kesehatan yang akan mengelola rumah sakit kecil di dalam kapal. Sedangkan awak lainnya akan didistribusikan untuk membantu pekerjaan teknis.

"Aktivitas kapal dimulai pukul 07.30 pagi, saatnya kami mulai membagi kerja untuk membersihkan lantai, toilet, dan bagian-bagain kapal lainnya," kata Teguh Susanto. Istirahat hanya setengah jam antara pukul 10.00 hingga 10.30 dan 15.00 hingga 15.30. Di luar waktu istirahat dan makan, seluruh awak menyiapkan perlengkapan kampanye, mengecat dinding, atau kegiatan lain yang berhubungan dengan aktivitas kampanye hingga pukul 5 sore. Kegiatan ini rutin dilakukan 5 hari dalam seminggu.

Meskipun telah dilengkapi fasilitas penyulingan air laut menjadi air tawar, setiap orang hanya berhak mandi satu kali sehari. Bermain air di tengah laut setiap akhir pekan adalah hiburan tersendiri, selain memainkan alat musik, mendengarkan musik, atau sekedar bersantai di atas geladak. Mereka menyebut tempat bersantai di atas ruang kemudi itu sebagai Monkey Island.

Setiap awak juga dilarang membuang sampah sembarangan dan diterapkan kebijakan toleransi nol terhadap sampah. Artinya, semua sampah dipilah-pilah berdasarkan materialnya. Alumunium, plastik, baja, kaca, dan sampah organik dipisahkan. Saat kapal merapat, sampah nonorganik akan dikirim ke pusat pengolahan daur ulang. Sedangkan sampah organik akan diproses secara biologis sebelum dibuang ke laut. Untuk memastikan penanganan sampah berjalan sebagaimana mestinya ditunjuk seorang petugas yang disebut garbologist.

Urusan perut, juru masak dituntut toleran. Membawa semangat toleransi, juru masak dituntut dapat menyiapkan jenis makanan sesuai kebutuhan awak kapal. Bagi awak yang beragama Islam tentu tidak akan diberi sajian yang mengandung daging babi. Begitu pula pilihan makanan vegetarian bagi yang tidak makan daging.

"Sore hingga malam hari, suasana kapal tetap hidup diisi dengan diskusi ringan sambil makan atau sekedar ngobrol," lanjut Teguh. Setiap orang juga tetap dapat berkomunikasi dengan rekan dan kerabatnya di darat melalui fasilitas email sebesar 100 megabyte. "Tapi, upload dan downloadnya hanya diberi jatah waktu 2 jam sehari, pukul 10 hingga 11 pagi dan 7 hingga 8 malam," lanjut Teguh penuh semangat kepada KCM yang mengunjungi Rainbow Warrior, Minggu (23/4).

Kapal Rainbow Warrior memang menyempatkan mampir ke Jakarta setelah melakukan serangkaian patrilo di sekitar Papua. Kapal tersebut merapat di Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Priok sejak Kamis (20/4) hingga Selasa (25/4).

Kehadiran kapal ini menyedot perhatian publik saat dibuka untuk umum Sabtu (22/4) dan Minggu (23/4). Ratusan orang, tua dan muda, pria dan wanita, dari anak-anak sekolah hingga fotografer profesional tidak menyia-nyiakan kesempatan mengunjungi kapal bersejarah ini.

Media campaigner Greenpeace Indonesia Nabiha Shahab menyatakan, kapal rencananya berlayar ke Singapura untuk perawatan selama satu hingga dua minggu, dan tujuan selanjutnya menunggu keputusan kantor pusat. Namun, dari informasi beberapa awak kapal, perjalanan mungkin akan dilanjutkan ke Selandia Baru sebelum bertolak ke markasnya di Amsterdam, Belanda.

Kampanye untuk surga yang hilang

Dalam patrolinya di sekitar perairan Papua sepanjang Maret hingga April 2006, kapal yang beroperasi sejak 1989 ini sempat melakukan aksi protes di depan kapal kargo MV Ardhianto yang sedang memuat kayu lapis dari pabrik Henrison Iriana di sekitar perairan Papua.

Kapal tersebut sedang memuat 6.000 meter kubik kayu lapis, atau plywood, dengan tujuan Jepang dan Korea, dan 3.000 meter kubik untuk AS. Kayu tersebut berasal dari salah satu pabrik milik perusahaan kayu terbesar Indonesia, Kayu Lapis Indonesia (KLI). Greenpeace menemukan bahwa perusahaan Henrison Iriana milik KLI di Sorong ditengarai menerima kayu dari sumber ilegal.

Untuk menjalankan aksi protes, para aktivis menggunakan lima perahu karet. Masing-masing sebuah Avon Searider 200 hp Optimax, dua buah Nouvurania 45 hp 4 langkah, dan dua buah Avon 45 hp 4 langkah yang dengan mudah diturunkan dari badan kapal menggunakan sebuah crane.

Dengan perahu-perahu kecil inilah mereka mendekati kapal ’musuh’ sambil membawa spanduk bertuliskan ’Hentikan perusakan hutan purbakala.’ Seorang fotografer dan kameramen merekam aksi tersebut dan mendokumentasikannya di kapal.




Informasi lisan langsung mereka siarkan melalui kantor-kantor perwakilannya melalui telepon satelit. Sedangkan, bukti gambar dan rekaman video baru dikirimkan pukul 10 hingga 11 pagi dan pukul 7 hingga 8 malam setiap harinya. Meskipun dilengkapi koneksi internet melalui dua kubah satelit, kapal Rainbow Warrior juga harus berhemat bandwidth. Melalui media maya ini pula, para awak Greenpeace melaporkan aktivitasnya selama beraktivitas dalam blog-blog khusus.

Kehadiran kapal Rainbow Warrior ke Papua adalah untuk pertama kalinya meskipun bukan yang pertama kali ke Indonesia. Rainbow Warrior bertolak ke sana dalam rangka melindungi hutan surgawi. Februari lalu, para peneliti Conservation International melaporkan menemukan berbagai spesies langka dan baru dalam hutan alam yang belum pernah terjamah manusia sebelumnya. Hasil investigasi Greenpeace menyebutkan bahwa hutan surgawi di wilayah Asia Tenggara hanya tersisa di Papua.

"Hutan itu betul-betul seperti surga di mana hewan-hewan di sana belum takut pada manusia. Bahkan dielus-elus pun diam saja," kata Emmy Hafild, direktur eksekutif Greenpeace Asia Tenggara, yang pernah terjun di hutan surgawi Papua. Jika tidak dilindungi dari pembalakan liar, hutan-hutan surgawi akan terus berkurang seperti nasib hutan di Kalimantan.

Peta terbaru yang dirilis Greenpeace dan Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa saat ini masih terdapat sekitar 17,9 juta hektare hutan surgawi di Papua. Sayangnya, angka ini diambil dari hasil perkiraan pantauan satelit. Pada kenyataannya, jumlahnya kemungkinan besar jauh lebih kecil. Lagipula sebagian wilayah hutan telah dikuasai penuh oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang siap dibabat kapan saja, belum termasuk aktivitas para penebang liar.

Greenpeace mendesak pemerintah Indonesia agar segera mengambil tindakan untuk mencegah kerusakan hutan surgawi. Temuan awal Greenpeace mengenai kondisi hutan di Papua telah disampaikan secara terbuka kepada Menteri Kehutanan MS Kaban dan Menteri Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar saat berkesempatan mengunjungi kapal Rainbow Warrior, Minggu (23/4).
Pesan tersebut telah sampai ke tangan penguasa dan Rainbow Warrior telah membuktikan keberaniannya memprotes para perusak alam. Kita patut menyampaikan terima kasih atas pesan yang mereka sampaikan. Tapi apakah pesan ini benar-benar dipertimbangkan dengan matang atau hanya sekedar masuk kuping kanan keluar kuping kiri oleh para penguasa negeri? Jika sebuah kapal kecil saja berani melawan kapal besar para perusak lingkungan, mengapa tidak dengan kapal militer yang bersenjata lengkap?

Tapi itulah barangkali yang menjadi hakekat perjuangan para ksatria pelangi. Mereka datang untuk mengajarkan kedamaian, keselarasan, serta cinta pada Bumi. Senjata mereka adalah semangat yang tidak pernah surut, walau harus melawan kekuatan yang besar.

Dan seperti kalimat yang tertulis di geladak kapal untuk mengenang Rainbow Warrior pertama, para ksatria itu seolah dengan lantang berteriak pada para perusak semesta yang mencoba mengancamnya, "Anda tidak akan pernah bisa menenggelamkan pelangi..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar