Kamis, 24 Maret 2011

PERKEMBANGAN KASUS BANK CENTURY

Politikindonesia - Direktur Utama PT Selalang Prima Internasional, Franky Ongko Wardojo resmi jadi tersangka Kasus Letter of Credit (L/C) fiktif, Senin (29/03) malam. Sumber politikindonesia.com bahkan menyebutkan yang bersangkutan langsung ditahan.

Dengan begitu, dalam kasus L/C fiktif PT SPI ini sudah terdapat lima tersangka.


"Kasus dugaan L/C fiktif di PT SPI itu akan dituntaskan segera. Karena itu, pihak-pihak terkait dengan kasus ini akan terus disidik," kata sumber politikindonesia.com tersebut, saat dihubungi Senin malam (29/03).

Sebelumnya, polisi sudah menetapkan Hermanus Hasan Muslim, mantan Direktur Utama Bank Century dan Krisna Jagateesen, mantan Direktur Treasury Bank Century, Selasa (23/03). Keduanya menambah panjang daftar tersangka dari sisi Bank Century, setelah sebelumnya pemilik bank Robert Tantular dan Linda Wangsadinata, Kepala Cabang Jakarta Selatan.

Yang menarik, saat mengumumkan perkembangan baru itu, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/03), Direktur II Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Raja Erizman, mengatakan penetapan status tersangka itu, terkait dengan kasus L/C fiktif, alias bodong.

Pelan tetapi pasti, dugaan letter of credit (L/C) bermasalah PT Selalang Prima Internasional (PT SPI) mulai terkuak. Sampai Senin malam (29/03), setidaknya penyidik Mabes Polri sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus yang disebut-sebut sebagai L/C fiktif itu. Ini bentuk keseriusan pihak kepolisian untuk mengurai dugaan 10 L/C fiktif, termasuk di tubuh PT SPI.

Seperti diketahui, dalam kasus PT.SPI, Hermanus Hasan Muslim, mantan Direktur Utama Bank Century dan Krisna Jagateesen, mantan Direktur Treasury Bank Century,Robert Tantular dan Linda Wangsadinata, Kepala Cabang Jakarta Selatan sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Setidaknya, hal itu menguatkan sinyalemen selama ini soal kasus kejahatan perbankan yang disebut Staf Khusus Presiden Andi Arief itu setara dengan Kasus Edy Tansil. Sekedar mengingatkan, Edy Tansil adalah buron kasus pembobolan bank lewat L/C senilai Rp1,3 triliun pada awal 1990-an.

Kasus L/C PT SPI ini menjadi menarik perhatian, karena pemiliknya Mukhammad Misbakhun, salah satu inisiator Pansus Angket Bank Century DPR. Kita tahu Rapat Paripurna DPR awal Maret lalu, merekomendasikan sejumlah nama ke institusi hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK) untuk disidik karena dianggap bersalah.

Dua di antaranya, mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono, yang kini Wapres RI, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam kapasitasnya sebagai Ketua KSSK. Keduanya dituding bersalah dalam proses bailout Rp6,7 triliun untuk Bank Century.

Kepada pers, Raja Erizman mengungkapkan, penyidik kepolisian masih terus mengembangkan kasus itu. Termasuk menyentuh pihak PT SPI, untuk menerapkan asas keadilan dalam kasus tersebut. Logikanya, kalau pemberi L/C senilai US$22,5 juta itu sudah disidik, penerimanya, PT SPI, pasti sisa menunggu giliran.

Raja memastikan pemeriksaan sudah mengarah ke pemilik perusahaan penerima fasilitas kredit yang dicurigai fiktif itu. Tetapi, soal kemungkinan memanggil, dan memeriksa Misbakhun, bekas Kapolres Depok itu belum bisa memastikannya. Pasalnya, untuk memanggil anggota Fraksi PKS DPR itu, harus terlebih dahulu meminta izin Presiden. Ini prosedur baku, sesuai UU, diperlukan izin Presiden untuk memeriksa seorang anggota parlemen.

Teguh Boentoro

Sekedar diketahui, berbagai data tentang L/C bermasalah yang diduga melibatkan PT SPI-Misbakhun ini, telah dipublis berbagai media. Termasuk ketika Andi Arief, dan Poros Muda Indonesia, salah satu elemen Komite Nasional 33, melaporkan PT SPI, dan Misbakhun ke Mabes Polri, beberapa waktu lalu.

Misbakhun menguasai saham (99 persen) PT SPI, setelah membelinya dari Teguh Boentoro, seorang konsultan pajak yang dikenal sejak Misbakhun masih berstatus mahasiswa STAN. Setelah penjualan itu, Teguh kembali membuat perusahaan sejenis.

Seperti diungkapkan Andi Arief, Misbakhun membeli saham Teguh Boentoro pada 2007. sebanyak 2.475 lembar senilai Rp100 ribu per lembar. Dari situ mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu, menguasai 99 persen saham SPI.

Hanya sebulan setelah itu, tepatnya 19 November 2007, Bank Century menyetujui letter of credit Usance (transaksional) dari PT SPI, dimana Misbakhun tercatat sebagai komisaris. Nilainya lumayan besar, US$22,5 juta. Untuk itu, Misbakhun memberikan jaminan berupa deposito berjangka waktu sebulan senilai US$4,5 juta di Bank Century dengan kode VB022598.

Belakangan diketahui, ada kejanggalan atas pengajuan L/C untuk pembelian Bintulu Condensate dari Grain and Industrial Product Trading, Singapura itu. Karena jaminan atas pengajuan kredit itu, baru dibuka 27 November 2007, jatuh tempo 27 Desember 2007. Padahal, persetujuannya sudah ada sejak 19 November 2007.

Andi Arief mengatakan, dari fakta dan data seperti itu, patut diduga ada persekongkolan jahat antara Bank Century dan PT SPI. Mengutip hasil pemeriksaan BPK, ada pelanggaran PT SPI terhadap Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005. Khususnya, terkait tak adanya pengajuan permohonan kredit, tidak dibuat LRKU dan tidak dibuatkan MPFK.

Intinya, PT SPI milik Misbakhun terlibat kasus dugaan kredit pembiayaan perdagangan atau L/C fiktif senilai US$22,5 juta atau Rp225 miliar (kurs Rp10 ribu). Karena tak mampu melunasinya setelah jatuh tempo, akhirnya direstrukturisasi. Pada, 24 November 2008, Bank Century dan PT SPI merestrukturisai L/C tersebut denganmembayar US$1.5 juta. Dengan begitu, nilai outstanding L/C itu US$16.5 juta (US$22.5 juta – US$4.5 juta — US$1.5 juta).

Penjualan US Treasury Strips mengakibatkan kerugian yang harus ditanggunng Bank Century sebesar US$25,378,500 (US$50,000,000 — US$4,62l,500) atau ekuivalen Rp275.089 juta. Ini akhirnya membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Bank Century juga melakukan penyisihan (PPAP) atas L/C PT SPI tersebut, US$I6.5 juta atau ekuivalen Rpl79.850 juta posisi 31 Desember 2008. Pada akhirnya ini juga membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh LPS.

Berdasarkan kondisi tersebut, porsi PMS untuk menutup kerugian Bank Century dan fasilitas L/C PT SPI, sebesar Rp454.939 juta. Ini terdiri dari kerugian atas penjualan US Treasury Strips untuk pelunasan L/C kepada NCB, Jeddah US$25,378,500 atau ekuivalen Rp275.089 juta dan Penyisihan (PPAP) atas L/C PT SPI US$16,5 juta atau ekuivalen Rp179.850 juta.

Dengan data seperti itu, wajar kalau kecurigaan terhadap Pansus Angkat Century DPR, terus mengemuka. Pasalnya, dalam kesimpulan akhir Pansus, tak sedikit pun menyinggung pelanggaran perbankan tersebut. Padahal, eloknya, kalau memang ingin mengurai kesalahan dalam bailout Bank Century Rp6,7 triliun, Idrus Marham Cs, harus konsisten menyoalkan kasus itu juga.

Kemana aliran dana sebesar US$22,5 juta? Sumber Politikindonesia menengarai, uang tersebut tidak lari kemana-mana. Mampir disalah satu bank swasta nasional. Penerimanya, diduga menggunakan dua nama wanita yang notabene hanya berstatus karyawan biasa. (yk/mun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar